MASAKINI.CO – “Hapus tuntas kasus korupsi.” “Tangkap dia”. Suara lantang terdengar dari sekelompok wanita itu. Seorang diantaranya, Kasmiati. Wajahnya tampak menggurat marah.
Senin (13/5/2024) pagi itu bersama keluarga korban konflik Aceh dan mahasiswa, Kasmiati menapakkan kaki di pusat Pemerintahan Aceh, yakni Kantor Gubernur.
Mereka berunjuk rasa dugaan kasus korupsi di Badan Reintegrasi Aceh (BRA). Kasus itu tengah mendapat kecaman publik, termasuk mantan korban konflik.
Musababnya berawal dari BRA yang menerbitkan program dengan anggaran Rp15 miliar lebih bersumber dari APBA untuk pengadaan budidaya ikan dan pakan.
Program itu ditujukan kepada mantan kombatan GAM, masyarakat korban konflik dan Tapol/Napol di Aceh Timur. Namun belakangan mencuat kegiatan itu diduga fiktif.
Kasmiati mengaku merupakan seorang mantan pasukan Inong Balee. Ini adalah bekas kelompok militer GAM yang diisi perempuan. Pasca damai 2005 lalu, ia mengaku sampai sekarang tak pernah mendapat perhatian dari BRA.
Lembaga yang sengaja dibentuk untuk pemberdayaan hak-hak korban konflik, mantan kombatan dan Tapol/Napol, itu, kata Kasmiati hanya menyuguhkan nikmat bagi penguasa semata.
“Seharusnya para korban mereka sudah terima dana kompensasi akibat perang tapi malah di korupsi,” ujarnya.
Kasmiati dan banyak korban konflik lainnya masih bergelut dalam kepedihan dan kesedihan pasca perang. Ada banyak anak-anak putus sekolah, mereka jadi yatim, dan yang kini telah dewasa tak punya pekerjaan.
Menyaksikan realita itulah Kasmiati datang ke Kantor Gubernur. Ia bersama korban konflik lainnya meminta Penjabat Gubernur Aceh, Bustami Hamzah segera mencopot dan menangkap Ketua BRA, Suhendri.
“Hapuskan pemimpin yang zalim, copot kepemimpinan ketua BRA,” tegasnya.

Selama ini Suhendri dan lembaga yang dipimpinnya dinilai Kasmiati tak menaruh perhatian serius kepada mantan kombatan dan korban konflik.
Berulang kali mereka datang ke sana, tapi tak memuaskan. “Lihat kami, perhatikan kami, ayomi kami tapi apa jawab pihak BRA? Bukan kalian saja mantan kombatan, ada banyak mantan kombatan di Aceh ini,” tutur Kasmiati, meniru pengalamannya ketika berhadapan dengan pihak BRA.
Ketua Umum HIMPALA (Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Aceh) Syahril Ramadhan, mengatakan kasus besar di BRA dengan modus bancakan anggaran ini memang bukan hal baru.

Menurutnya kejahatan amprah cash melalui dokumen formal setiap SKPA (Satuan Kerja Pemerintah Aceh) dalam bentuk bantuan hibah pengadaan barang menjadi salah satu kegiatan rutin pokir (pokok pikiran) anggota DPR Aceh. Penerima bantuan, tuturnya, dapat disulap dengan nama dan alamat serta pemalsuan dokumentasi.
“Seperti kegiatan pengadaan benih ikan ini mudah sekali dimanipulasikan,” katanya, Selasa (14/5/2024).
Syahril menduga, tak menutup kemungkinan ada penumpang gelap saat proses pembahasan anggaran maupun pada saat revisi atau rasionalisasi anggaran yang telah diperiksa Menteri Dalam Negeri.
“Ini yang kita sayangkan, lembaga BRA yang dibangun untuk merecovery hak-hak korban konflik, seharusnya seribu pun tidak boleh ditilep karena ini lembaga amal,” ujarnya.
Kasus dugaan korupsi ini terus bergulir dari sebelumnya status penyelidikan kini naik jadi penyidikan di Kejaksaan Tinggi Aceh. Kendati demikian, hingga saat ini ketua BRA Suhendri masih mangkir saat diminta keterangan.
Sama seperti Kasmiati, Syahril juga meminta Pj Gubernur Aceh untuk mencopot ketua BRA dalam kurun waktu satu minggu ini. “Kami juga minta agar diaudit secara menyeluruh program BRA di tahun 2023,” pungkasnya.