MASAKINI.CO – Dua pekan jelang Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah, daya beli baju Lebaran di Pasar Aceh, Banda Aceh masih lesu.
Para pedagang baju di Pasar Aceh mengeluhkan sepinya pembeli dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut pedagang, Ola, penurunan ini diakibatkan banyak masyarakat kini membeli segala keperluan Lebaran secara online.
“Biasanya kalau sudah dua minggu sebelum Lebaran, pembeli mulai ramai. Tapi tahun ini kami masih duduk santai menunggu pembeli yang belum juga datang,” ujar Ola, Minggu (16/3/2025).
Meski begitu, Ola berharap kondisi ini akan berubah setelah pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja yang kabarnya akan dilakukan pada 17 Maret mendatang.
“Mudah-mudahan setelah THR cair, pembeli mulai berdatangan. Tapi tetap saja, rasanya tidak akan seramai dulu,” katanya.
Menurut Ola, pada tahun-tahun sebelumnya, sekitar 10 hari menjelang Lebaran, ia sudah bisa mendapatkan kembali setengah dari modal yang dikeluarkan. Namun, hingga saat ini, omzet penjualan belum menunjukkan tanda-tanda peningkatan.
Untuk menyesuaikan tren belanja masyarakat yang kini beralih ke platform digital, Ola sempat mencoba berjualan secara online. Namun, ia mengaku kesulitan karena keterbatasan modal.
“Untuk jualan online itu butuh modal lebih besar karena harus menyediakan stok barang yang mencukupi. Sementara kami masih mengandalkan persediaan yang terbatas,” jelasnya.
Di toko Ola, saat ini ia menjual beragam pakaian, mulai dari produk lokal yang didatangkan dari Tanah Abang dan Thamrin, hingga pakaian impor dari Bangkok yang lebih diminati karena kualitas dan modelnya yang trendi.
Di sisi lain ia menyayangkan adanya anggapan bahwa harga baju di Pasar Aceh lebih mahal dibanding tempat lain. Menurutnya, stigma tersebut tidak sepenuhnya benar.
“Banyak yang mengira harga di Pasar Aceh mahal-mahal, padahal nyatanya tidak semua begitu. Banyak barang yang jauh lebih murah, bahkan lebih terjangkau dibanding toko lainnya,” ungkapnya.
Ola berharap pemerintah dapat membantu mempromosikan Pasar Aceh agar stigma negatif tersebut bisa ditepis dan daya beli masyarakat kembali meningkat.
“Sebenarnya jika ada barang yang mahal, itu karena kualitas tertentu atau produk bermerek. Tapi tidak semua barang seperti itu,” tuturnya.
Sejauh ini, para pedagang di Pasar Aceh hanya mengandalkan promosi secara mandiri melalui aplikasi pesan singkat seperti WhatsApp.