MASAKINI.CO – Wajan dikepung api, menjilat batang timah hingga lumer. Menjauh dari celaka, Mega (43) tak lepaskan pandangan dari wadah besi di atas kompornya. Berlahan perempuan paruh baya itu, mengaduk timah panas. Saat cair sempurna, ia memindahkannya ke cetakan.
Tak hanya Mega, aktivitas serupa rutin dilakukan sejumlah perempuan di Desa Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh. Menjadi pengrajin batu jala dipilih sebagian perempuan demi mengasapi dapur. Bahkan mereka membentuk kelompok yang dinamai Beudoeh Beusaree, anggotanya sekitar 10 orang.


Setelah timah dibentuk dalam berbagai ukuran, pengrajin lainnya menyambung hingga memanjang. Sementara anggota kelompok berikutnya solder ikatan timah agar tak mudah lepas. Usai melewati proses tersebut, batu jala siap dipasarkan dengan berbagai varian harga.
Menurut Siti Jaidar (50), biasanya mereka menjual batu jala ke warung alat pancing di kawasan Peunayong dengan harga Rp53 ribu hingga Rp65 ribu tergantung ukuran. Semakin kecil ukurannya, semakin tinggi pula harganya.
“Karena semakin kecil semakin rumit proses pembuatnya,” jelas perempuan yang sudah menjadi pengrajin sejak 1986 itu.



Penghasilan pengrajin batu jala tak tentu, namun rata-rata Rp700 ribu hingga Rp1,5 Juta. Sangat tergantung ketersediaan bahan baku.
Para pengrajin mengaku lebih memilih membeli timah bekas sebagai bahan baku. Alasannya timah baru biasanya dibanderol dengan harga berkisar Rp40 ribu hingga Rp41 ribu. Sementara timah bekas harganya maksimalnya sekitar Rp30 ribu.[Ahlul Fikar]
Discussion about this post