MASAKINI.CO – Duta Besar Finlandia untuk Indonesia, Jari Sinkari, mengungkapkan perasaannya selama dua hari berada di Kota Banda Aceh. Dia terpesona dengan kondisi Aceh yang kini tampak nyaman dan damai.
Dia juga sudah mengunjungi Museum Tsunami dan Kapal Apung. Dari kedua tempat tersebut, ia dapat merasakan bencana yang begitu dahsyat melanda Aceh.
Sinkari juga merasakan pembangunan yang lebih baik di Aceh. Hal tersebut diungkapkannya saat bertemu Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, di Meuligoe Gubernur, Rabu, (26/1/2022).
Dalam pertemuan itu, Jari Sinkari berbincang banyak hal bersama gubernur, dengan topik utama terkait kondisi Aceh paska perdamaian di Helsinki, Finlandia.
Ia juga menanyakan terkait kekhususan Aceh, kondisi pandemi, dan penerapan Syariat Islam.
Gubernur Aceh Nova Iriansyah, mengatakan Aceh paska perdamaian di Helsinki, Finlandia, sudah jauh lebih baik, terutama dalam hal keamanan dan pembangunan. Perdamaian tersebut tidak terlepas dari usaha mediasi yang dilakukan pemerintah Finlandia.
Nova mengatakan, paska perdamaian, Aceh diberikan sejumlah kewenangan dan kekhususan dari Pemerintah Pusat. Di antaranya adalah pemberian dana otonomi khusus.
“Dana otsus ini akan berakhir pada tahun 2027, kami jajaran Pemerintah Aceh tengah memperjuangkan agar dana ini dapat diperpanjang,” ujarnya.
Nova mengatakan, anggaran negara yang didapat Aceh diperuntukkan untuk pembangunan dan stimulus ekonomi masyarakat. Ia menambahkan, pihaknya kini juga gencar mengajak investor dari luar negeri agar berinvestasi di Aceh.
“Investasi begitu penting untuk meningkatkan pembangunan dan perekonomian Aceh secara signifikan,” katanya.
Selain pembangunan infrastruktur, paska perdamaian, Pemerintah Aceh juga telah melakukan sejumlah kebijakan progresif untuk masyarakatnya. Seperti pemberian jaminan kesehatan dan beasiswa kuliah ke luar negeri.
Lebih lanjut, Nova juga menyebutkan sejumlah kekhususan yang dimiliki Aceh pasca perdamaian dan tidak dimiliki oleh provinsi lain.
Di antaranya adalah adanya partai politik lokal, dan pembagian hasil bumi Aceh, dimana 80 persen untuk Aceh dan 20 persen untuk Pemerintah Pusat.