Apakah Penegakan Syariat Islam di Aceh Sudah Optimal?*

Fifi 'Aslian.TA, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, FDK UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Bagikan

Apakah Penegakan Syariat Islam di Aceh Sudah Optimal?*

Fifi 'Aslian.TA, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, FDK UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

MASAKINI.CO – Di ujung utara Sumatera, Sultan Malik al-Saleh mendirikan Kerajaan Samudera Pasai abad ke-13.  Dari kerajaan Islam pertama itulah awal mula Islam menyebar di nusantara.

Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan penting di Asia Tenggara pada masa itu, terutama dalam perdagangan rempah-rempah. Selain itu, kerajaan ini juga dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan Islam dan peradaban Melayu.

Sultan Malik al-Saleh memerintah dari tahun 1267 hingga 1297, dan dianggap sebagai pelopor ke-Islaman di wilayah Aceh, serta sebagai tokoh yang memperkenalkan ajaran Islam ke daerah-daerah sekitar.

Kerajaan Samudera Pasai menjadi salah satu kerajaan Islam terkemuka di Asia Tenggara hingga abad ke-16, ketika pengaruh Portugis dan VOC menurunkan kekuasaannya.

Namun, warisan intelektual dan kebudayaan dari kerajaan ini tetap bertahan dan menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia. Sejarah itu salah satu sebab kenapa Aceh dijuluki Serambi Makkah.

Seiring perkembangan zaman, Aceh diantara pesatnya perkembangan teknologi berusaha melindungi masa depan generasinya agar tetap Islami. Maka Aceh menerbitkan Qanun Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pokok-pokok Syariat Islam.

Tapi apakah penegakan syariat Islam di Aceh  sudah optimal?

Generasi muda, calon penerus bangsa yang tetap harus mempertahankan adat budaya dari mana ia berasal. Aceh miliki ciri khas masyarakatnya beragama Islam yang dimana aturan syariat Islam pun sangat melekat dengan masyarakat Aceh.

Namun generasi muda sekarang ini banyak yang telah terpengaruhi dunia luar atau barat, hingga membuat penegakan syariat Islam di Aceh menurun.

Dalam keseharian kita sering melihat bukti menurunnya penegakan syariat Islam di Aceh, seperti mudahnya kita menemui muda-mudi pacaran.

Di sejumlah destinasi, pemerintah atau pengelola lokasi bahkan telah memberi peringatan agar tidak terjadi pelanggaran syariat Islam. Ironisnya sering tak diindahkan.

Sehingga praktik melanggar syariat Islam bagi generasi muda Aceh dipandang hal biasa. Sekedar contoh, di Blang Padang, Banda Aceh ramai kaum muda-mudi berdua-duan di sana, padahal sudah jelas di gerbang masuk ke lapangan Blang Padang sudah dituliskan “Dilarang berduaan atau pacaran.”

Apakah ada yang salah dengan sistem penegakan hukum syariat Islam di Aceh? atau masi kurang tegas dalam implementasinya?

Sangat disayangkan bila generasi penerus bangsa lalai dalam kemaksiatan, perbuatan yang sangat dibenci Allah SWT.

Tujuan dari penegakan Syariat Islam pada hakekatnya untuk menyelamatkan umat manusia baik sebagai individu, kelompok manusia, serta bangsa-negara agar terhindar dari kesesatan dan kerugian.

Cara pandang terhadap penegakan syariat Islam harus dirubah. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, tapi juga generasi muda.

Ketika melihat muda-mudi yang sedang berduaan, sebaiknya menghimbau dan memberikan pencerahan. Semoga kita para anak muda, penerus bangsa agar tetap menjaga penegakan syariat Islam di Aceh dan patuh terhadap Syariat.

Sementara bagi para pendatang agar tetap menghormati sistem syariat Islam yang ada di Aceh, karena ada pepatah mengatakan “Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung.”

*) Naskah ini merupakan tugas akhir perkuliahan, Penulisan Pendapat.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist