MASAKINI.CO – Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat bencana alam yang terjadi di Aceh periode Januari-Oktober sebanyak 241 kali kejadian dan menelan korban jiwa 11 orang, dengan prakiraan kerugian mencapai Rp112 miliar.
Kebakaran permukiman masih mendominasi yakni sebanyak 77 kali yang menghanguskan 283 rumah. Jumlah kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran senilai Rp64 miliar.
Lalu banjir juga masih intens terjadi yakni sebanyak 51 kali berdampak pada 952 rumah dengan prakiraan kerugian Rp7,3 miliar.
Kemudian bencana angin puting beliung terjadi sebanyak 33 kali merusak 376 rumah warga dengan total kerugian yang dialami sebanyak Rp9,4 miliar.
Lalu disusul bencana longsor terjadi 11 kali kejadian yang berdampak pada 7 rumah dengan prakiraan kerugian mencapai Rp730 juta.
Selanjutnya banjir bandang terjadi dua kali dan gempa bumi satu kali kejadian. Khusus bulan September dan Oktober banjir mendominasi yakni 20 kali kejadian dari total 57 kejadian bencana.
Pada bulan Oktober banjir juga mendominasi sebanyak 16 kejadian dari 30 total kejadian bencana keseluruhan. Banjir Oktober yang merendam 8 kabupaten pada 68 kecamatan/325 desa ini berdampak pada 19.980 Kepala Keluarga (KK)/70.479 jiwa.
Semua bencana periode Januari-Oktober juga berdampak pada 14 sarana pendidikan dan 11 sarana ibadah. Berdampak pula pada 82 ruko, 8 jembatan dan 103 meter badan jalan akibat banjir dan longsor.
Kepala BPBA Teuku Nara Setia mengatakan, intensitas kejadian bencana dari tahun 2024 mengalami penurunan jumlah kejadian yang signifikan dari tahun 2023.
“Pada periode yang sama Januari-Oktober pada tahun 2023 jumlah kejadian bencana mencapai 361 kali kejadian sedangkan di tahun 2024 terjadi hanya 241 kali kejadian,” katanya dalam keterangan pers, Jumat (1/11/2024).
Pihaknya terus berupaya bersama semua unsur pemerintahan dan masyarakat Aceh dalam peningkatan mitigasi bencana agar jumlah kejadian bencana dapat terus turun dari tahun ke tahun.
Dalam upaya pengurangan risiko bencana, Teuku Nara juga berharap nantinya ada sebuah langkah pemberdayaan masyarakat yang akan berfokus pada kegiatan partisipatif dalam melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian, serta aksi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
“Hal itu sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat atau komunitas yang mampu mengelola lingkungan dan mengurangi risiko bencana serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat Aceh nantinya,” ungkapnya.