Tiga Terdakwa Korupsi Wastafel Sampaikan Pembelaan, Minta Dibebaskan

Sidang pembacaan pleidoi kasus korupsi wastafel di Pengadilan Tipikor Banda Aceh | Riska Zulfira/masakini.co

Bagikan

Tiga Terdakwa Korupsi Wastafel Sampaikan Pembelaan, Minta Dibebaskan

Sidang pembacaan pleidoi kasus korupsi wastafel di Pengadilan Tipikor Banda Aceh | Riska Zulfira/masakini.co

MASAKINI.CO – Tiga terdakwa kasus tindak pidana korupsi pengadaan wastafel atau tempat cuci tangan pada SMA, SMK, dan SLB menyampaikan nota pembelaan kepada majelis hakim.

Sidang dengan agenda pembacaan pleidoi ini berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh, Rabu (20/11/2024).

Kuasa hukum dua terdakwa Rahmat Fitri dan Mukhlis meminta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala dakwaan atau setidak-tidaknya menyatakan surat dakwaan penuntut umum tidak dapat dijadikan dasar penjatuhan pidana terhadap terdakwa.

“Karenanya terdakwa harus dilepaskan dari segala dakwaan dan tuntutan hukum,” kata kuasa hukum Rahmat Fitri, Erha Ari Irwanda dalam persidangan.

Selain itu, dalam pleidoinya mereka juga meminta melepaskan terdakwa dari tahanan rumah.

Tim kuasa hukum menjabarkan dalam pledoi bahwa terdakwa Rachmat Fitri, selaku pengguna anggaran tidak pernah melakukan pemecahan paket dan memberikan list pekerjaan kepada pelaksana.

Erha menjelaskan bahwa tuntutan terhadap terdakwa Rahmat dan Muklis tidak dapat dibuktikan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan secara normative yuridis maupun faktual.

Dalam dakwaan terdakwa dianggap terlibat melalui pengadaan barang dan jasa, padahal tidak ada bukti yang mengarah pada adanya perbuatan melawan hukum.

“Oleh karena itu, unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dan Pasal 12 Undang-undang Tindak pidana Korupsi,” kata Erha.

Sementara untuk berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, dakwaan untuk Mukhlis mengenai pungutan tidak sah dan klaim bahwa terdakwa memperkaya diri dengan uang sejumlah Rp135 juta adalah tidak berdasar.

Uang tersebut sebenarnya adalah titipan dari penyedia yang digunakan untuk tujuan administrasi dan diserahkan sesuai dengan instruksi atasan terdakwa, T. Nara Setia.

“Maka dakwaan terhadap terdakwa Muchlis dalam hal menerima aliran uang pungutan tidak sah dan tidak terbukti,” tuturnya.

Dengan demikian, Erha menyebutkan bahwa terdakwa Rahmat Fitri dan Mukhlis tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist