MASAKINI.CO – Ratusan mahasiswa dari sejumlah Universitas di Banda Aceh melakukan aksi melawan putusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian di halaman kantor Gubernur Aceh, Senin (16/6/2025).
Massa aksi menuntut empat pulau di Aceh Singkil yang dicaplok Sumatera Utara untuk dikembalikan kepada Provinsi Aceh. Mereka turut mengibar-ngibarkan Bendera Bulan Bintang sebagai simbol perlawanan.
“Kami lakukan aksi hari ini karena menolak empat pulau dikuasai oleh Sumatera Utara. Kami meminta untuk segera dikembalikan ke Aceh,” kata Koordinator aksi, Ilham Riski Maulana.
Menurut mahasiswa, pulau-pulau yang dipindahkan secara administratif ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, itu diyakini secara historis, sosiokultural, dan geografis merupakan bagian tak terpisahkan dari Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh. Bahkan bukti-bukti kepemilikan pulau sangat lengkap dipegang oleh Pemerintah Aceh.
Massa menyebut keputusan Mendagri telah mengabaikan fakta-fakta tersebut, dan mereka mendesak agar keempat pulau segera dikembalikan kepada Aceh.
“Kami ingin mengembalikan marwah orang Aceh, pulau memang milik kita. Pemerintah jangan mengada-ngada,” ujar Riski.
Polemik sengketa pulau ini mencuat usai terbit keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, ditetapkan pada 25 April 2025.
Keputusan itu menetapkan status administratif Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek, sebagai bagian dari wilayah Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Tak hanya soal wilayah, massa aksi juga menyuarakan penolakan terhadap rencana pembangunan empat batalyon militer baru di Aceh. Mereka menilai, langkah ini berpotensi mengganggu stabilitas perdamaian di Aceh pasca penandatanganan MoU Helsinki 2005 lalu.
“Kami menolak pendirian tempat batalyon baru,” tegas Riski.
Selain itu, mahasiswa meminta agar pemerintah pusat mempermanenkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Aceh sebagai bentuk penghormatan terhadap perjanjian damai dan penghargaan atas hak-hak istimewa daerah.