Jurnalis di Aceh Dikriminalisasi, Koalisi Kebebasan Pers Surati Kapolri

Ilustrasi kekerasan terhadap jurnalis. (foto: masakini.co/Alfath)

Bagikan

Jurnalis di Aceh Dikriminalisasi, Koalisi Kebebasan Pers Surati Kapolri

Ilustrasi kekerasan terhadap jurnalis. (foto: masakini.co/Alfath)

MASAKINI.CO – Koalisi Kebebasan Pers menyampaikan surat terbuka kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk menghentikan kriminalisasi jurnalis dengan pasal karet UU ITE.

Surat terbuka itu disampaikan terkait pemanggilan Bahrul Walidin, jurnalis asal Bireuen, Aceh, menyangkut pemberitaan. Bahrul, jurnalis media online Metro Aceh, sekaligus anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bireuen, ini terancam dikenai pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE, yakni Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat (3) oleh Polda Aceh.

Koalisi yang terdiri dari AJI Indonesia, AJI Bireuen, AJI Banda Aceh, LBH Pers, LBH Banda Aceh, dan SAFEnet itu, dalam surat terbukanya mengungkapkan, Bahrul dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Aceh pada 24 Agustus 2020 atas pencemaran nama baik terhadap Rizayanti, pimpinan PT Imza Rizky Jaya Group sekaligus Ketua Partai Indonesia Terang.

Pelaporan itu terjadi setelah ia menulis berita berjudul “Rizayati Dituding Wanita Penipu Ulung” yang terbit di metroaceh.com pada (20/8/2020). Berita tersebut mengungkap tentang dugaan Rizayati melakukan penipuan uang terhadap ratusan orang.

Dewan Pers kemudian menangani sengketa pemberitaan kasus ini dengan menerbitkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor: 41/PPR-DP/X 2020. Bahrul dan medianya telah melaksanakan rekomendasi Dewan Pers tersebut.

Namun, pada Selasa (28/9/2021), Bahrul justru menerima surat pemanggilan pemeriksaan melalui pesan WhatsApp dari penyidik Ditreskrimsus Polda Aceh.

Dari surat pemanggilan tersebut, diketahui, kasus Bahrul Walidin telah dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan, pada (26/8/2021).

“Dengan naiknya kasus ini ke penyidikan, menunjukkan Polda Aceh mengabaikan UU 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai payung hukum perlindungan bagi jurnalis. Polda Aceh juga mengabaikan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 2/ DP/ 15/ II/ 2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers,” tulis Koalisi Kebebasan Pers dalam keterangan tertulisnya yang diterima masakini.co, Kamis (30/9/2021).

Koalisi ini juga menilai, penggunaan Pasal 27 ayat 3 UU ITE Jo Pasal 45 ayat 3, seharusnya tidak bisa dikenakan pada karya jurnalistik yang memuat kepentingan publik.

Selain itu, penyidikan terhadap Bahrul juga melanggar isi Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pedoman kriteria implementasi UU ITE yang ditandatangani oleh Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate dan Jaksa Agung, ST Burhanuddin.

Dalam SKB itu, disebutkan bahwa karya jurnalistik dikecualikan dalam pengenaan Pasal 27 ayat 3 UU ITE.

Penyidikan terhadap Bahrul makin memperpanjang daftar jurnalis di Indonesia yang dipidana dengan pasal karet UU ITE. Kasus ini juga memperburuk situasi kebebasan pers, baik di Aceh maupun secara nasional.

Koalisi Kebebasan Pers mendesak Kapolri untuk menginstruksikan Kapolda Aceh menghentikan penyidikan terhadap jurnalis Metro Aceh tersebut. Polri harus menjalankan amanat Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 untuk melindungi kebebasan pers.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist