Masyarakat Sipil Aceh Beri Masukan Terhadap Revisi UUPA ke DPRA

Aliansi Warga Advokasi Optimalisasi Implementasi dan Revisi UU Pemerintahan Aceh (AWASI UUPA) saat menyampaikan kajian kebijakan terkait revisi UUPA. (foto: dok AWASI UUPA)

Bagikan

Masyarakat Sipil Aceh Beri Masukan Terhadap Revisi UUPA ke DPRA

Aliansi Warga Advokasi Optimalisasi Implementasi dan Revisi UU Pemerintahan Aceh (AWASI UUPA) saat menyampaikan kajian kebijakan terkait revisi UUPA. (foto: dok AWASI UUPA)

MASAKINI.CO – Masyarakat sipil Aceh yang tergabung dalam Aliansi Warga Advokasi Optimalisasi Implementasi dan Revisi UU Pemerintahan Aceh (AWASI UUPA) sepakat dengan kebijakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh yang sedang melakukan revisi terhadap Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA.

Juru Bicara AWASI UUPA, Raihal Fajri, mengatakan pihaknya telah menyampaikan kajian kebijakan kepada Ketua DPR Aceh, Saiful Bahri alias Pon Yaya, terkait masukan masyarakat sipil dalam agenda revisi UUPA. Penyerahan kajian kebijakan tersebut disaksikan oleh Ketua Banleg DPR Aceh serta beberapa ketua komisi dan tim revisi UUPA, pada Senin kemarin.

“Kebutuhan untuk melakukan revisi UUPA menjadi penting, karena ada pembaharuan kondisi baik berupa perubahan-perubahan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan sejumlah pasal dalam UUPA tidak lagi menjadi rujukan,” katanya, Selasa (23/5/2023).

Aliansi ini berpendapat, revisi atau perubahan aturan perundang-undangan dalam sistem hukum nasional diperbolehkan dengan beberapa pertimbangan, seperti kehendak politik untuk mempertahankan kekuasaan, penyesuaian terhadap sistem hukum nasional dan aspirasi masyarakat.

Masyarakat Sipil Aceh menyerahkan kajian kebijakan revisi UUPA ke DPRA. (foto: dok AWASI UUPA)

“Optimalisasi ataupun revisi UUPA harus dilihat secara filosofis, sosiologis maupun yuridis sehingga tidak memunculkan penolakan karena bertentangan, tumpang tindih atau dieleminir oleh produk legeslasi lainnya,” ujar Raihal.

Mengingat secara hirarkinya, lanjut Raihal, UUPA berada di tingkat ke-3 setelah UUD 1945 dan Tab MPR, sehingga legal standingnya merupakan lex specialis secara kewenangan dan keistimewaan yang dimiliki oleh Provinsi Aceh dan diselenggarakan oleh Pemerintah Aceh.

AWASI UUPA menyampaikan dua rekomendasi penting. Pertama, untuk substansi yang sudah selaras dengan MoU Helsinki dan aspirasi masyarakat Aceh, diharapkan supaya dapat dioptimalisasi pelaksanaannya.

MoU Helsinki adalah nota kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk menghentikan konflik di Aceh, ditandatangani bersama dalam perundingan di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005.

Selanjutnya rekomendasi kedua, untuk substansi UUPA yang belum selaras dengan MoU Helsinki dan aspirasi masyarakat Aceh, agar dapat direvisi/diubah dan ditambah pengaturannya.

Aliansi Warga Advokasi Optimalisasi Implementasi dan Revisi UU Pemerintahan Aceh atau AWASI UUPA ini terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil, antara lain Katahati Instute, ACSTF, Forum LSM Aceh, Yayasan Demokrasi Perdamaian dan Resolusi Konflik, HakA, CCDE, JKMA, WALHI Aceh, Koalisi NGO HAM Aceh, Komunitas Tikar Pandan, The Aceh Institute, Forbina, Kontras Aceh, YEL, MaTA, Gerak Aceh, LBH Banda Aceh, PSUIA, Prodelat, ACCI, Flower Aceh, RpuK, serta perwakilan praktisi dan akademisi.

TAG

Bagikan

Berita Terkait

Tinggalkan Komentar

Berita Terbaru

Berita terpopuler

Add New Playlist